Kamis 11 Februari 2010
Oleh : Andi “IchuK” Arfandi….
Prolog
Hamka,
sahabat yang menjadi inspirasi dalam iman dan persaudaraan. Sosok
remaja muda yang religius dan bersahabat, ialah sepupuku tercinta yang
telah telah meninggalkan sejuta rasa takjub dan bangga bagi kami
keluarganya. Aku dan Hamka selalu bersama dari kami kecil, kami bermain,
belajar, bersekolah dan banyak hal kami lakukan bersama. Dalam segala
hal dia selalu menjadi sainganku sehingga aku tak mau kalah dengannya.
Walaupun dia memang lebih baik dari segi akedemik namun itulah yang
membuatku terpacu untuk lebih baik darinya..Kini sosok itu telah tiada,
sahabat yang amat ku rindukan, hanya kesedihan dan kenangan yang terasa.
Sahabat
sejati
Jiwa persaudaraan sangat kuat terjalin antara kami berdua.
Sifat-sifat religius telah berhasil mempengaruhiku dan aku menikmatinya.
Tak ada yang terlalu istimewa dalam diri Hamka namun kebersamaan yang
membuatku senang bila bersamanya. Kami selalu bersama, berangkat ke
sekolah, bermain, mengaji dan hobi menyaksikan tim sepakbola kebangaan
kami di lapangan karebosi maupun di stadion mattoangin. Dan yang tidak
bisa terlupakan ketika kami kehabisan ongkos setelah nonton bola dan
harus rela berjalan kaki hingga puluhan kilometer. Melelahkan,, tapi
kami tetap senang walaupun dimarahin habis-habisan dirumah.
Perpisahan
pertama
Sewaktu kami masih duduk di kelas 3 SD kami sudah pernah
terpisahkan. Hamka dan keluarganya pergi menuju Sumatra yang dimana
memang ayahnya berwirausaha di sana. Air mataku tak bisa ku bentung
ketika perpisahan kala itu. Begitu pun Hamka, ia tak sangat melihatku
dan melihat nenek kami yang sangat sayang kepada kami. Kami hanya
berusaha tenang dan bersabar. Namum waktu jua yang bisa membuatku sabar
menunggunya untuk kembali ke Makassar walaupun ku tak tahu apakah ia
akan kembali atau tidak.
. Dan hari itu pun tiba, dimana doaku
untuk bisa berkumpul kembali bersamanya setelah empat tahun berpisah.
Ketika itu aku telah duduk di bangku SMP. Ia datang ke rumahku ketika
diri ini terbaring lemah karena sakit. Sakit itu pun segera sembuh
ketika sahabat sejatiku telah telah kembali. Ku lihat dirinya yang
sangat berubah, kulitnya putih dan bercahaya, tutur katanya begitu sopan
dan ramah. Aku tak bisa melupakan ketika ia menyapaku dengan logat
melayu itu.
Perpisahan untuk selamanya
Terkadang aku memang
iri kepada Hamka yang selalu mendapatkan pujian. Tapi sekarang aku sadar
setelah kepergiannya untuk selamanya bahwa ia memang pantas
mendapatkan pujian. Sosok Hamka begitu begitu dikenal di sekolahnya
sebagai seorang ustadz muda. Setiap kali aku kami bertemu, ia pasti
menceritakan semua apa yang dia alami di sekolahnya. Mulai dari
membawakan kuliah tujuh menit (kultum) hingga menurut dia dijuluki oleh
teman-teman kelas sebagai master of pelawak. Sikapnya yang humoris
membuatnya mudah akrab kepada siapa saja.
Dan tepatnya pada tanggal
16 mei 2007 menjadi hari dimana amat tidak bisa aku sangka harus
kehilangan sahabatku. Ketika sehari sebelumnya kami bersama seharian
menemaninya mencarikan celana di berbagai tempat. ia pun sempat
menyampaikan kegiatan perpisahan sekolah yang ia dan teman-temannya yang
akan diadakan di bantimurung, dan ternyata dibalik semua itu bermakna
perpisahan untuk selamanya. Hamka meninggal ketika ia bermain di daerah
pasir putih dimana memang sudah larangan di kawasan bantimurung. Aku
pikir Hamka tidak mungkin melakukan hal yang membhayakan tersebut. Dan
ternyata Hamka hanya ingin menyelamatkan temannya yang juga menjadi
korban pada waktu itu, ia melompat dan berusaha menolong teman tersebut.
Selama jalan sahabat terbaikku…
Semoga kau mendapatkan pintu
surgamu di sana..
Amin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar